Archive for the ‘life’ Tag

Puzzle #3: Suami

Tahun 2001, karena belum kenal, saya dan suami tidak pernah janjian untuk daftar Tarnus (yg sama-sama gagal). Begitu juga dengan seleksi STAN. Qadarullah, di SMPTN, kami memilih jurusan yang sama sebagai pilihan pertama dan Alhamdulillah, diterima. Di sanalah kami bertemu.

Buah favorit saya adalah mangga. Qadarullah, suami berasal dari kota penghasil mangga Probolinggo. Oleh-oleh pertama yang saya dapat dari beliau adalah satu karung mangga yang diberikan saat kami sedang berkumpul dengan teman-teman asisten lainnya di ruang pelatihan. Mangganya besar dan manis. Saya bagikan untuk teman-teman asisten dan teman kos.

Kuliner nusantara favorit saya adalah pecel dan sejenisnya. Qadarullah, perjalanan menuju Probolinggo selalu melewati kota yang memiliki pecel sebagai menu andalannya: Madiun. Saat naik kereta, yang ditunggu-tunggu adalah penjaja pecel yang menawarkan dagangannya di depan pintu. Selain pecel, di daerah Jatim masih ada kuliner berbumbu dasar kacang lainnya yang sama enaknya dengan pecel, yaitu: tahu tek, rujak petis, tajin palapa. Dulu, saya kurang suka rawon karena warnanya kurang menarik, tapi rawon di Jatim itu sedap lho.

Dulu saya jarang makan ikan laut karena lebih mudah mendapatkan ikan air tawar. Qadarullah, sekarang setiap pulang ke Jatim, menu ikan laut segar tidak pernah ketinggalan. Bermacam-macam ikan segar tersedia di pasar: ikan putihan, selingkuh, kakap, tuna, bawal. Cara mengolah ikan yang baru saya temui di sana adalah pengasapan ikan. Aroma ikan asap menjadi ciri khas dan rasanya sedap saat dicocol dengan sambal petis (cabai rawit, petis merah, jeruk nipis/limau).

Suami saya sangat suka jajanan cilok, batagor, cakue. Tasikmalaya adalah pusat jajanan berbasis tepung dan kanji dengan berbagai variasinya. Setiap pulang ke Jabar, menghentikan penjaja cilok yang lewat depan rumah menjadi aktivitas yang pasti dilakukan, minimal satu kali. Suami juga suka sarapan nasi TO (Tutug Oncom) yang menjadi ciri khas di Tasik.

Alhamdulillah, Allah SWT telah menakdirkan saya bertemu dengan suami meski asal kami berdua dipisahkan oleh jarak ratusan kilometer. Allah SWT juga telah menakdirkan saya bisa menyukai dan beradaptasi dengan budaya Jawa Timur. Begitu juga sebaliknya.

Puzzle #2: Bapak

Setiap membaca dua halaman dari Novel Sang Pemimpi ini, gambaran tentang Bapak selalu hadir dengan kuat. Ayah Ikal merepresentasikan Bapak saya yang tidak banyak komentar, namun selalu mendukung cita-cita anak-anaknya dengan sepenuh hati.

Sama seperti Ibu, Bapak juga berasal dari desa yang tandus di Wonogiri (tetangga desa dengan Ibu). Dari cerita-cerita yang beredar di keluarga, Mbah Kakung (alm) adalah pekerja keras yang disiplin dalam mengelola ladang dan ternaknya. Anak-anaknya diwajibkan membantu pekerjaan dengan dedikasi dan semangat yang sama tingginya dengan beliau. Bapak dan saudaranya harus bekerja di ladang dan mengurus ternak setelah pulang sekolah. Selulus SMP, Bapak memutuskan pergi merantau karena ingin melihat dunia luar dan mencari kesempatan yang baru.

Kota yang dipilih Bapak untuk merantau adalah Tasikmalaya karena ada keluarga yang sudah terlebih dahulu merantau ke sana. Dengan ijazah SMP, Bapak mencoba pekerjaan serabutan, mulai dari bantu-bantu di usaha mebel, menjadi sopir di mobil pengangkut ikan, dan akhirnya bekerja secara resmi di perusahaan bahan peledak. Bahan peledak digunakan dalam pengeboran minyak, pembangunan jalan, bendungan, dll. Pekerjaan ini mengharuskan Bapak untuk berpindah dari satu pulau ke pulau. Ibu tetap tinggal di Tasikmalaya, sehingga mereka menjalani LDM (long distance marriage). Bapak pulang setiap tiga bulan sekali dengan membawa berbagai oleh-oleh yang selalu saya nanti-nantikan. Kenangan yang masih saya ingat adalah seharian duduk dipangku Bapak saat beliau menerima teman-temannya yang datang ke rumah saat waktunya pulang ke Tasikmalaya.

Bapak tidak banyak mempengaruhi keputusan saya dalam melanjutkan pendidikan. Beliau hanya bertanya, mau sekolah di mana dan berpesan jangan setengah-setengah dalam belajar. Hanya sekali saja Bapak menyampaikan keinginannya saat Beliau berharap saya mengambil jurusan Farmasi. Menurut beliau, jurusan Farmasi itu sangat bermanfaat dan diperlukan oleh banyak orang, mirip dengan Kedokteran. Tapi, dengan kengeyelan saya, akhirnya tetap Informatika yang dipilih karena passing grade-nya paling tinggi.

Saat saya kuliah, Bapak sudah dipindahtugaskan ke Subang sehingga bisa pulang ke Tasikmalaya lebih rutin. Kadang kami pulang bareng ke rumah, janjian di pertigaan tempat angkot Cicaheum ngetem. Lalu kami naik Bis dari terminal Cicaheum menuju Tasikmalaya. Perjalanan yang sangat memorable.